BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Sejumlah bus pariwisata yang menggunakan klakson telolet terjaring razia petugas gabungan Dinas Perhubungan dan Polres Cimahi di kawasan objek wisata Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Dalam razia tersebut, petugas memberikan tindakan tegas berupa pencabutan kabel penghubung klakson telolet dan penilangan terhadap pelanggar.
Razia ini dilakukan dengan memeriksa satu per satu bus pariwisata yang melintas di kawasan wisata Lembang.
Pemeriksaan berfokus pada bagian depan bus, khususnya pada perangkat klakson. Hasilnya, sejumlah bus diketahui menggunakan klakson telolet yang tidak sesuai aturan.
Petugas gabungan mencabut kabel penghubung klakson telolet dan memberikan sanksi tilang kepada pengemudi yang melanggar.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Bandung Barat, Fauzan Azima, menjelaskan bahwa penggunaan klakson telolet melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
“Pencabutan klakson telolet ini dilakukan untuk mengantisipasi risiko kecelakaan akibat terganggunya fungsi pengereman pada bus,” ujar Fauzan.
Selain menertibkan klakson telolet, petugas juga memeriksa kelaikan bus pariwisata, termasuk sistem rem, ban, dan kondisi keseluruhan kendaraan.
Langkah ini dilakukan untuk memastikan keamanan wisatawan yang menggunakan jasa transportasi tersebut.
Razia serupa akan terus dilakukan oleh petugas gabungan untuk mengantisipasi potensi gangguan keselamatan dan memastikan operasional bus pariwisata sesuai dengan standar yang berlaku.
Larangan Klakson Telolet
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyebut akan mencabut sistem klakson “telolet” yang tidak sesuai standar pada bus jika ditemukan petugas di jalanan.
“Karena ada kebijakan dari kami untuk dilarang itu (klakson “telolet”). Tentu petugas-petugas kami di lapangan akan menegur dan melarang,
setelah itu diupayakan untuk dilakukan pencabutan atau pelepasan sistem tersebut sehingga tidak mengganggu sistem kendaraan secara keseluruhan,
terutama yang terkait keselamatan,” ujar Kasubdit Angkutan Perkotaan Kemenhub Iman Sukandar ditemui di Bekasi, Jawa Barat, Jumat.
Iman mengimbau agar seluruh operator bus tidak lagi menggunakan klakson “telolet”, apa lagi yang menggunakan sistem udara atau sistem angin yang terhubung pada sistem pengereman kendaraan.
Penggunaan klakson “telolet” dapat menyebabkan kehabisan pasokan udara atau angin sehingga berdampak pada fungsi rem kendaraan yang kurang optimal,
karenanya sangat berisiko terjadinya kecelakaan dan membahayakan orang.
“Saya kira sudah jelas ya larangan itu, karena pertimbangannya antara lain apalagi jika itu menggunakan sistem udara atau sistem angin
yang terhubung pada sistem mesin atau sistem pengereman dan sebagainya, akan sangat membahayakan,” kata Iman.
Iman menyebut pihaknya rutin melakukan pemeriksaan kelaikan bus di berbagai terminal, mulai dari klakson “telolet” hingga ramp check (pemeriksaan kondisi fisik bus, kelengkapan administrasi, dan perizinan) pada kendaraan yang akan diberangkatkan.
Ia melanjutkan, pelarangan penggunaan klakson “telolet” ini dilakukan untuk menjamin ketertiban, keamanan, dan keselamatan lalu lintas di Kota Tangerang.
Pasalnya, semenjak fenomena demam “telolet” terjadi, banyak masyarakat, utamanya anak-anak yang berhenti atau berkumpul di ruas jalan hanya untuk menunggu suara klakson tersebut.
Hal ini tentunya dapat menimbulkan kepadatan, kemacetan, bahkan potensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
Fenomena ini bahkan tak jarang memakan korban, salah satunya kejadian kecelakaan yang melibatkan korban anak kecil dan bus Sinar Dempo dengan klakson “telolet” yang terjadi di Pelabuhan Penyeberangan Merak, Maret lalu.
Berdasarkan situs resmi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat) Kemenhub, aturan terkait penggunaan klakson telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
Pada pasal 69 disebutkan bahwa suara klakson paling rendah adalah 83 desibel atau paling tinggi 118 desibel, dan apabila melanggar akan dikenakan sanksi denda sebesar Rp500 ribu. (uby)