CIMAHI, WWW.PASJABAR.COM – Di tengah meroketnya harga beras yang menyentuh Rp16 ribu per kilogram dan beredarnya isu beras oplosan di pasaran, ratusan warga di Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, justru tetap tenang.
Pasalnya, masyarakat adat ini sudah sejak lama mengganti nasi padi dengan rasi, yaitu beras yang terbuat dari singkong.
Ketahanan Pangan Mandiri, Tak Tergantung Beras Padi

Bagi warga Cireundeu, rasi bukanlah pilihan alternatif sesaat. Melainkan telah menjadi bagian dari budaya dan identitas mereka sejak lebih dari satu abad yang lalu.
Masyarakat di kampung adat ini tidak menggantungkan konsumsi pokoknya pada beras padi seperti kebanyakan masyarakat Indonesia. Melainkan pada singkong yang diolah menjadi rasi.
“Dari kecil sampai sekarang saya dan keluarga makan rasi. Belum pernah makan nasi dari beras padi,” ujar Tatih, salah satu warga Cireundeu, Rabu (16/7/2025).
Menurutnya, rasi bisa dimakan dengan berbagai lauk pauk seperti halnya nasi pada umumnya. Rasanya pun tidak kalah lezat, bahkan lebih mengenyangkan dan menyehatkan.
Sudah Lebih dari 100 Tahun Konsumsi Rasi
Tradisi mengonsumsi rasi ini tidak hanya sekadar kebiasaan. Tetapi menjadi bagian dari nilai-nilai kemandirian pangan dan kearifan lokal yang terus dijaga.
Menurut Abah Widi, sesepuh Kampung Adat Cireundeu, kebiasaan mengolah singkong menjadi rasi telah berjalan selama 107 tahun.
“Hampir semua warga di sini tidak makan nasi dari beras padi. Kami menanam, mengolah, dan makan singkong sebagai makanan pokok. Ini bukan hanya karena alasan ekonomi, tapi juga nilai-nilai budaya yang kami pelihara,” kata Abah Widi.
Warga Kampung Cireundeu memiliki lahan pertanian singkong sendiri. Singkong yang dipanen lalu dikeringkan, diproses menjadi bentuk menyerupai beras. Dan dimasak seperti nasi.
Proses ini dilakukan secara mandiri oleh warga sebagai bentuk ketahanan pangan komunitas mereka.
Ketahanan Pangan Lokal Jadi Solusi Saat Krisis
Ketika masyarakat di berbagai daerah mengeluh karena harga beras melambung dan maraknya praktik pengoplosan beras yang merugikan konsumen, Kampung Cireundeu justru menjadi contoh ketahanan pangan lokal yang nyata.
Ketergantungan pada beras padi terbukti membuat masyarakat rentan ketika terjadi krisis pangan.
Sebaliknya, Cireundeu membuktikan bahwa kemandirian pangan dengan memanfaatkan sumber lokal. Seperti singkong bisa menjadi solusi berkelanjutan di masa depan.
“Kalau beras mahal atau beras oplosan beredar, kami tidak terpengaruh. Karena kami tidak makan beras dari padi. Semua hasil dari singkong yang kami tanam sendiri,” tambah Abah Widi.
Bisa Jadi Contoh bagi Daerah Lain
Apa yang diterapkan warga Cireundeu kini menjadi inspirasi. Pemerintah maupun masyarakat luas bisa mencontoh pola ketahanan pangan berbasis lokal seperti ini.
Diversifikasi pangan, terutama mengganti ketergantungan terhadap beras, menjadi isu penting. Untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional yang lebih kuat dan inklusif.
Dalam kondisi harga pangan yang tak stabil, pengalaman Kampung Adat Cireundeu adalah bukti bahwa solusi bisa datang dari tradisi yang diwariskan turun-temurun.
Dengan pendekatan lokal, masyarakat tidak hanya bisa bertahan. Tetapi juga berdaulat atas pangannya sendiri. (uby)












