Bandung, WWW.PASJABAR.COM – DPRD Kota Bandung mengesahkan Raperda Kota Bandung tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2022 pada rapat paripurna, Jumat 28 Juli 2023.
Sekretaris DPRD Kota Bandung, Salman Fauzi menjelaskan, kepala daerah menyampaikan raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diaudit BPK selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
“Raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2022 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siklus tahunan penganggaran daerah,” jelas Salman.
Ia mengungkapkan, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan Kota Bandung tahun 2022 terdapat temuan yang harus menjadi perhatian kita bersama.
“Ini berdampak pada turunnya opini dari WTP ke WDP. Penurunan opini disebabkan adanya permasalahan aset berupa penyajian aset tetap tanah, prasaran sarana, dan utilitas umum. Senilai Rp3,43 triliun yang belum dicatat,” bebernya.
Ia mengatakan, berdasarkan realisasi pendapatan Kota Bandung tahun anggaran 2022 sebesar 94,01 persen terdapat 5 OPD dengan realisasi pendapatan terendah yaitu Dishub 53,76 persen. Lalu DKPP sebesar 56,25 persen. Dispora sebesar 57,58 persen. Diskar sebesar PB 82,01 persen. Kemudian Dinkes sebesar 86,85 persen.
Adapun dari realisasi belanja dana transfer Pemerintah Kota sebesar 87,35 persen terdapat 5 OPD dengan realisasi belanja terendah. Di antaranya BKAD sebesar 66,36 persen. DPPKB sebesar 80,72 persen. Dinkes 83,90 persen. Disdik 84,48 persen. Serta DPKP3 85,92 persen.
“DPRD terus mendorong Pemkot Bandung agar segera menindaklanjuti rekomendasi BPK. Kemudian, untuk mengantisipasi penemuan yang berulang, Pemkot Bandung perlu segera memutakhirkan aplikasi e-satria agar berfungsi secara efektif,” ungkapnya.
Sementara itu, Plh Wali Kota Bandung, Ema Sumarna menyampaikan, hal ini menjadi atensi dan perhatian Pemerintah Kota Bandung.
“DPRD dan Banggar telah melakukan pembahasan. Terdapat beberapa catatan dan rekomendasi. Baik di bidang pedaoatan dan belanja perlu menjadi atensi. Tentunya ini menjadi catatan bagi kami untuk terus berupaya meningkatkan berbagai kinerja,” ujar Ema.
Ia mengakui, di bidang pendapatan Pemkot Bandung memang tidak mencapai 100 persen, tapi angka ini dirasa sudah cukup baik, yakni sebesar 94,01 persen.
Kemudian, Ema menjelaskan, dalam realisasi belanja terutama pada dana transfer, ada beberapa OPD yang belum bisa menjalankan 100 persen. Namun, angkanya tetap cukup tinggi.
“Selain itu pada sektor pendapatan terutama retribusi parkir tetap menjadi persoalan kita untuk membangun sistem lebih baik agar sesuai dengan potensi. Seharusnya kita bisa melompat beberapa kali lipat dari realisasi yang ada,” ucapnya.
Selain itu, dalam hal pengendali internal, Ema menuturkan, SDM inspektorat harus bisa bekerja lebih optimal. Sehingga mampu mendeteksi awal sebelum adanya proses pemeriksaan reguler yang biasanya dilaksanakan.
“Jika sistem ini bisa berjalan maksimal, maka bisa disampaikan langkah-langkah awal sebelum pemeriksaan masuk, sudah ada perbaikan maksimal. Dengan begitu tidak ada lagi persoalan yang berulang baik itu pendekatan administrasi atau gak berpotensi untuk terjadinya fraud,” tuturnya.
Fraud tersebut, ujarnya, akan berdampak pada opini yang diterima Pemkot Bandung. Seperti yang terjadi tahun ini, Kota Bandung dalam empat tahun terakhir, selalu WTP, tapi sekarang mendapatkan predikat opini WDP.
“Tahun 2023 ini kita harus jauh lebih optimal. Sekarang kita sedang dalam proses penyusunan APBD. Dalam waktu dekat mudah-mudahan ini sudah bisa menjadi kesepakatan. Sehingga bisa dijadikan sebagai dasar penyusunan RAPBD tahun 2024,” kata Ema.
“Tentunya kita sudah tidak berpedoman lagi kepada RPJMD. Tapi, berpedoman kepada RPD yang sudah dilegalkan melalui peraturan kepala daerah. Fokusnya disesuaikan dengan RKPD 2024 baik itu tema maupun isunya,” imbuhnya. (*/Nis)