BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Tiga organisasi yakni Forum Aksi Guru lndonesia (FAGI) bersama Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) dan Asosiasi Komite Sekolah Indonesia (Askida) melaporkan indikasi kecurangan PPDB SMA Negeri di Jawa Barat Tahun 2019 kepada Ombudsman di Kantor Perwakilan Jawa Barat yang terletak di jl. Kebon Waru No 1 Bandung pada hari Kamis (18/7/2019).
Dalam laporan tersebut yang paing banyak disoroti yakni prihal kuota di sekolah negeri dan juga tidak transfarannya informasi di sekolah berkenaan dengan peserta didik baru yang diterima. Hal ini tentunya yang menjadi sorotan tiga organisasi tersebut adalah Disdik Jabar sebagai penyelenggaran dan kepala sekolah sebagai pemberi kebijakan di lapangan.
Ketua FAGI Jawa Barat, Iwan Hermawan mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil pemantauan, Dalam Pelaksanaan PPDB SMA tahun 2019 Jawa Barat diindikasi ada pelanggaran yang dilakukan Pihak satuan Pendidikan di Jawa barat Khusunya di Kota Bandung yang berdampak kerugian pada calon peserta Didik baru.
“SMA Negeri di Jawa Barat khususnya Kota Bandung menentukan Quota 34 peserta didik perrombongan belajar pada PPDB Online Jawa Barat tahun 2019, padahal dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses dan Pergub No 16 tahun 2019 pasal 28 Jo Pergub Nomor 25 Tahun 2019 tentang PPDB dijelaskan bahwa jumlah peserta didik setiap rombel untuk SMA maksimal 36 peserta didik. Hal ini sangat kami sayangkan karena begitu banyaknya minat calon peserta didik yang mendaftar sementara quota tidak di maksimalkan ,sehingga jika di maksimalkan maka kurang lebih 500 calon peserta didik kota Bandung akan diterima,” jelasnya.
Namun Ironisnya, lanjut Iwan setelah pihaknya memantau pasca pengumuman, berdasarkan laporan dari beberapa sumber yang dipercaya. ternyata ada beberapa SMA Negeri di Kota Bandung menerima siswa offline diluar quota dan nama dalam PPDB Online yang di indikasi ada titipan dari berbagai pihak pasca pengumuman PPDB 29 Juni 2019 , bahkan ada yang di genapkan menjadi 36 per rombongan belajar.
“Jika melihat Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2010 pasal 82 ayat 3 menyebutkan bahwa Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan,” jelasnya.
Dengan Demikian maka Kepala sekolah bertanggung jawab jika terbukti melakukan PPDB secara Offline karena telah menerima calon peserta didik yang melanggar Pergub Nomor 16 tahun 2019 Jo Pergub No 25 tahun 2019 tentang PPDB yang memcederai para siswa yang secara legal mendaftar bisa dikalahkan oleh siswa yang tidak mendaftar kesekolah tesebut.
“Kami tidak mempermasalahkan siapapun penitipnya, sebab pada setiaptahun PPDB pasti ada namun yang melakukan eksekutor diterima tidaknya adalah Kepala Sekolah,” tandasnya lagi.
Sementara itu, ketua FORTUSIS, Soebawanto mengungkapkan bahwa indikasi pelanggaran SMA Negeri di Jawa Barat lainnya adalah pengumunan PPDB Online yang dinilai tidak transparan hanya memuat nomor Pendaftaran ,nama Siswa dan Asal sekolah.
Hal ini dinggap melanggar Petunjuk Teknis PPDB pada sekolah menengah atas ,sekolah menengah kejuruan dan Sekolah Luar biasa tahun 2019 di Provinsi Jawa Barat Nomor 422.1/9121-set.disdik tanggal 29 April 2019 yang di keluarkan oleh Disdik Jabar pada Hurup P nomor 4 menyebutkan ”Pengumuman Penetapan hasil seleksi satuan pendidikan cilaksanakan secara terbuka melalui
Internet dan papan pengumuman pada satuan pendidikan memuat tentang nomor Pendaftaran, nama peserta didik yang diterima, asal satuan pendidikan dan Peringkat hasil seleksi pada satuan Pendidikan.
“Namun pada pelaksanaannya tidak ada satupun SMA Negeri dikota Bandung yang memuat Peringkat hasil seleksi pada satuan pendidikan sehingga calon peserta didik yang tidak di terima menjadi kebingungan apa yang menyebabkan tidak diterima. walaupun sebelum pembukaan telah mengetahui peringkat sementara dalam rekapitulasi pendaftar namun karena adanya masukan pilihan 2 atau 3 ke sekolah tempat mendaftar , Sehingga tidak tahu pada posisi berapa yang menyebabkan tidak diterima,” paparnya.
Selain itu, lanjut Dwi tidak ada lagi pedoman Passin grade untuk PPDB tahun berikutnya . Dengan tidak transparannya pengumumna ini maka menghilangkan Hak Informasi calon peserta didik dan Orang tua siswa maupun masyarakat sebagaimana di amanatkan dalam UU nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. (Tan)