BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Tim peneliti dari Belantara Foundation, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Pakuan, dan Universitas Andalas melakukan kajian keanekaragaman burung di Stasiun Penelitian Humus, zona inti Cagar Biosfer GSK-BB, pada 7-14 Februari 2025.
Dari hasil survei yang menggunakan metode titik hitung (Point Count) dan jaring kabut (mist net), ditemukan 87 jenis burung. Termasuk 14 spesies yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia.
Menurut dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia (IBSAP) 2025-2045, Indonesia memiliki 1.883 spesies burung. Atau 18,6% dari total spesies burung dunia.
Keanekaragaman ini dipengaruhi oleh kondisi geografis dan ekosistem yang beragam. Salah satunya di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB), Riau.
Dr. Dolly Priatna, Direktur Eksekutif Belantara Foundation, menjelaskan. Bahwa penelitian ini bertujuan untuk melihat efek tepi dan hubungan. Antara habitat hutan alam serta hutan tanaman terhadap komunitas burung.
“Fauna burung memiliki peran yang amat penting bagi kelangsungan sebuah ekosistem. Karena mereka dapat membantu dalam pemencaran biji. Serta berfungsi sebagai pengendali hama tanaman,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Burung juga bisa menjadi indikator baik atau tidaknya kualitas suatu lingkungan.”
Selain itu, penelitian juga menemukan lima jenis burung migran yang singgah di kawasan ini.
Dr. Wilson Novarino dari Universitas Andalas menekankan. Pentingnya kawasan ini sebagai persinggahan burung migran.
“Cagar Biosfer GSK-BB merupakan sebuah bentang alam penting. Sebagai tempat mencari makan dan istirahat berbagai jenis burung migran saat musim dingin di belahan bumi utara,” katanya.
Sementara itu, Adi Susilo dari BRIN menekankan. Perlunya menjaga blok-blok hutan alam di dalam areal hutan tanaman.
“Blok-blok hutan ini sangat berpotensi. Dalam meningkatkan keanekaragaman fauna burung di wilayah tersebut,” pungkasnya. (*/han)