Kab. Bandung, www.pasjabar.com – Isu tak sedap menerpa PT Bandung Daya Sentosa (BDS), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Kabupaten Bandung. Perusahaan berbentuk Perseroda ini dituding melakukan penipuan dalam kerja sama pengadaan Ayam Boneless Dada (BLD) dengan sejumlah vendor.
Isu ini mencuat ke publik setelah dibahas oleh mantan Komisioner KPK, Bambang Wijayanto, di kanal YouTube-nya pada Selasa (28/7/2025), yang mewawancarai tiga pengusaha korban.
PT BDS Bantah Tuduhan: Ini Murni Sengketa Bisnis, Bukan Pidana!
Menanggapi tudingan serius tersebut, Kuasa Hukum PT BDS, Rahmat Setiabudi, memberikan klarifikasi tegas.
Ia membantah keras adanya unsur pidana dalam persoalan ini. Menurutnya, masalah yang terjadi adalah murni sengketa bisnis yang dipicu oleh keterlambatan pembayaran dari mitra usaha mereka, PT Cahaya Frozen Raya (CFR).
“Permasalahan ini bukan penipuan, melainkan hubungan bisnis biasa yang kini terganggu karena keterlambatan pembayaran,” jelas Rahmat dalam konferensi pers di Soreang, Kabupaten Bandung, Selasa (29/7/2025).
Lebih lanjut, Rahmat mengungkapkan bahwa PT BDS yang merupakan BUMD milik Pemerintah Kabupaten Bandung justru menjadi pihak yang ikut dirugikan.
“PT BDS justru menjadi pihak yang ikut dirugikan karena belum menerima pembayaran dari PT CFR sebesar Rp 127 miliar, padahal dari dana tersebut, BDS harus melunasi kewajiban kepada vendor senilai Rp 105,4 miliar,” tegasnya.
Kerja sama antara PT BDS dan vendor telah berjalan secara profesional sejak akhir 2023, didukung dokumen legal lengkap seperti Perjanjian Kerja Sama, Purchase Order (PO), invoice, hingga Berita Acara Serah Terima (BAST).
“Secara hukum, ini merupakan hubungan keperdataan antar badan hukum yang tunduk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas. Tidak ditemukan indikasi tindak pidana,” jelas Rahmat.
Langkah Hukum PT BDS: PKPU hingga Pendampingan Jaksa Negara
Untuk menyelesaikan persoalan ini, PT BDS tidak tinggal diam. Mereka telah mengambil langkah hukum dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT CFR ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan nomor perkara 142/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Pst.
Selain itu, PT BDS juga telah meminta pendampingan dari Jaksa Pengacara Negara (JPN) melalui Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Langkah hukum ini diambil untuk mendorong PT CFR segera melunasi kewajibannya, sehingga dana tersebut bisa digunakan PT BDS untuk melunasi pembayaran kepada para vendor.
Isu Ini Tak Terkait Bupati atau Pemkab Bandung, Waspada Polarisasi Politik!
Rahmat juga mengungkapkan bahwa dari total tagihan vendor, lebih dari 60 persen telah dibayarkan oleh PT BDS. Sisanya masih dalam proses dan sangat bergantung pada aliran dana dari PT CFR. Ia menyayangkan munculnya narasi yang menggiring opini publik ke arah yang salah.
“Ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan Bupati Bandung atau Pemkab Bandung. Kami tegaskan, Bupati hanya bertindak sebagai Kuasa Pemilik Modal (KPM) yang tidak memiliki kewenangan terhadap transaksi operasional harian BUMD,” tegas Rahmat.
Ia mengingatkan publik agar bijak dalam menilai isu hukum antarperusahaan, apalagi menjelang momen politik. Isu semacam ini rawan dipolitisasi atau dipelintir untuk kepentingan tertentu.
“Yang terjadi adalah dinamika biasa dalam dunia bisnis, dan kami berharap persoalan ini bisa selesai secara adil dan profesional. PT BDS akan tetap berkomitmen untuk menyelesaikan kewajiban kepada para vendor, sesuai dengan alur hukum yang berlaku,” tutupnya.
Ia menyerukan agar semua pihak menunggu proses hukum berjalan. (Ctk)