BANDUNG BARAT, WWW.PASJABAR.COM – Fenomena langka gerhana bulan total atau yang populer dengan sebutan Blood Moon menghiasi langit Indonesia pada Senin (8/9/2025).
Puncak gerhana terjadi sekitar pukul 01.11 dini hari dan terlihat jelas dari kawasan Observatorium Bosscha, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Gerhana bulan total terjadi ketika bulan sepenuhnya memasuki bayangan inti (umbra) bumi. Akibatnya, cahaya matahari yang melewati atmosfer bumi dibiaskan dan memantul ke permukaan bulan sehingga menimbulkan warna merah pekat hingga oranye.
“Fenomena ini menjadi momen penting untuk penelitian, karena kita bisa mengamati berbagai efek optik ketika bulan berada sepenuhnya dalam bayangan bumi,” ujar Agus Triono, peneliti Observatorium Bosscha.
Antusias Mahasiswa
Tidak hanya peneliti, sejumlah mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) turut antusias melakukan pengamatan.

Mereka menggunakan berbagai teleskop untuk merekam setiap fase gerhana, mulai dari bulan memasuki bayangan penumbra sekitar pukul 21.00 WIB hingga puncaknya dini hari.
“Kesempatan ini sangat berharga untuk kami sebagai mahasiswa astronomi. Selain menjadi bahan riset, fenomena seperti ini jarang bisa dilihat dengan begitu jelas,” kata Bayu Septiadi, mahasiswa Astronomi ITB.
Cuaca Cerah Dukung Pengamatan
Cuaca cerah di langit Lembang mendukung penuh jalannya pengamatan. Walau fenomena ini dapat disaksikan dengan mata telanjang, pihak Observatorium Bosscha membatasi akses hanya untuk peneliti dan tamu undangan.
Hal ini dilakukan agar pengamatan lebih fokus dan hasil riset dapat terdokumentasi dengan baik.
Para peneliti mencatat proses gerhana bulan total terdiri dari beberapa fase, mulai dari awal masuk penumbra, kemudian fase parsial, hingga mencapai totalitas pada pukul 01.11 WIB. Setelah itu, bulan perlahan meninggalkan bayangan bumi hingga kembali bersinar normal.
Fenomena Langka
Gerhana bulan total bukan fenomena yang terjadi setiap tahun. Di Indonesia, peristiwa serupa diperkirakan baru akan kembali terlihat dengan jelas pada tahun 2033.
“Fenomena ini tidak hanya penting bagi astronom, tetapi juga bisa menjadi sarana edukasi dan menumbuhkan minat masyarakat pada ilmu pengetahuan, khususnya astronomi,” tambah Agus.
Dengan keberhasilan pengamatan ini, Observatorium Bosscha menegaskan kembali perannya sebagai pusat penelitian dan edukasi astronomi di Indonesia. Sementara bagi masyarakat umum, fenomena Blood Moon dini hari tadi menjadi tontonan langit yang menakjubkan dan berkesan. (uby)












