
Oleh: Prof. Dr. Ir. Yusman Taufik, MP. (Dosen Teknologi Pangan Fakultas Teknik UNPAS, Menjaga Program MBG dari Ancaman Keracunan)
WWW.PASJABAR.COM – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu terobosan penting pemerintah dalam meningkatkan kualitas gizi anak bangsa. Namun, di balik niat mulia ini, berbagai kasus keracunan makanan yang muncul di beberapa daerah menjadi alarm serius. Makanan gratis seharusnya membawa sehat, bukan sakit. Karena itu, perlu langkah strategis agar ke depan program MBG tetap berjalan, tetapi jauh dari risiko keracunan.
Standarisasi Produksi dan Menu Aman
Salah satu kunci utama adalah standarisasi proses produksi. Badan Gizi Nasional bersama para ahli teknologi pangan harus memastikan adanya SOP (Standard Operating Procedure) yang jelas, mulai dari pemilihan bahan baku, penyimpanan, hingga distribusi makanan ke sekolah-sekolah.
Menu pun harus dipilih secara bijak. Hindari makanan yang mudah basi seperti olahan bersantan, seafood, atau daging tanpa pendinginan. Sebagai gantinya, makanan yang lebih stabil, higienis, dan tetap bergizi—seperti telur rebus, tempe, sayur kukus, dan buah segar—dapat menjadi pilihan aman.
Peningkatan Kapasitas SDM
Tak kalah penting adalah peran juru masak dan penyedia katering. Mereka harus dibekali pelatihan dasar mengenai higiene pangan, suhu kritis, dan cara penyajian yang benar. Pemerintah dapat menerapkan sistem sertifikasi sederhana bagi juru masak MBG, sehingga kualitas keterampilan mereka terstandar.
Selain itu, perguruan tinggi dan para ahli teknologi pangan di daerah perlu dilibatkan sebagai pendamping teknis, memastikan praktik keamanan pangan diterapkan dengan benar di lapangan.
Pengawasan dan Monitoring Ketat
Pengawasan menjadi fondasi penting dalam menjaga keamanan pangan. Tim audit lintas instansi—mulai dari Badan Gizi Nasional, Dinas Kesehatan, hingga perguruan tinggi—perlu turun langsung melakukan inspeksi rutin.
Setiap penyedia MBG wajib menyimpan sampel makanan harian selama 24 jam untuk diuji bila terjadi kasus. Lebih jauh, penggunaan teknologi digital dapat membantu monitoring. Melalui aplikasi sederhana, sekolah bisa melaporkan kondisi makanan secara real time, termasuk foto penyajian dan distribusi.
Infrastruktur Distribusi yang Memadai
Distribusi makanan sering kali menjadi titik rawan. Tanpa fasilitas rantai dingin (cold chain), makanan berprotein tinggi mudah rusak. Karena itu, penyediaan wadah berpendingin atau cool box wajib diperhatikan.
Pemerintah daerah juga dapat mengadopsi model dapur pusat (central kitchen) di tingkat kecamatan. Dengan cara ini, standar masak dan distribusi lebih terkontrol, sehingga risiko kontaminasi dapat ditekan.
Edukasi dan Kolaborasi
Keselamatan pangan bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama. Guru dan siswa juga perlu dibekali edukasi sederhana untuk mengenali tanda-tanda makanan basi atau berbahaya. Jika ada keluhan, laporan cepat bisa menyelamatkan banyak nyawa.
Mahasiswa melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik dapat dilibatkan untuk mendampingi sekolah dalam edukasi dan monitoring. Sinergi lintas lembaga—antara Badan Gizi Nasional, ahli teknologi pangan, Dinas Kesehatan, dan masyarakat—menjadi kunci keberhasilan MBG yang aman.
Evaluasi dan Respons Cepat
Setiap insiden keracunan harus dijadikan bahan evaluasi, bukan sekadar catatan kasus. Audit menu, analisis penyebab, hingga perbaikan SOP wajib dilakukan. Pemerintah juga perlu menyiapkan crisis center khusus untuk merespons cepat jika terjadi keracunan.
Bagi penyedia katering yang lalai, sanksi tegas perlu diberikan. Sebaliknya, penyedia yang konsisten menjaga kualitas dan keamanan makanan harus diberi insentif sebagai bentuk penghargaan.
Program Makanan Bergizi Gratis adalah langkah strategis untuk mencetak generasi sehat dan cerdas. Namun, keamanan pangan harus menjadi prioritas utama. Dengan penerapan standar produksi yang ketat, peningkatan kapasitas SDM, pengawasan berlapis, distribusi aman, serta kolaborasi semua pihak, cita-cita mulia ini bisa terwujud.
Karena pada akhirnya, makanan gratis bukan sekadar kenyang, melainkan harus sehat, bergizi, dan aman. (han)












