BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Sekretaris Ditjen Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Idit Supriadi membebaskan para siswa penghuni asrama Wyata Guna yang mengaku diusir jika ingin tinggal di trotoar. Pilihan ada di tangan mereka apakah mau direlokasi ke asrama Dinas Sosial Jawa Barat atau memilih melanjutkan aksinya tinggal di trotoar.
Seperti diketahui, 30-an siswa Wyata Guna itu memilih tinggal di sana sejak Selasa (14/1/2020) hingga hari ini. Mereka menuntut agar Wyata Guna kembali menjadi Panti Sosial Bina Netra (PSBN).
Sementara pemerintah keukeuh ingin Wyata Guna berstatus Balai Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRPDSN). Itu sesuai dengan Permensos Nomr 18 Tahun 2018.
“Saya kira untuk Permensos sudah final. Persoalan ingin Permensos itu dicabut, silakan, ada prosedurnya, ada ketentuan perundang-undangan (yang bisa ditempuh mereka),” kata Idit di Wyata Guna, Jumat (17/1/2020).
Menurutnya, solusi sudah diberikan pemerintah dengan menawarkan mereka direlokasi di asrama Dinas Sosial. Padahal, di sana menurutnya fasilitasnya jauh lebih baik dari asrama Wyata Guna.
“Kalau dibandingkan di Wyata Guna, jauh lebih baik di sana fasilitasnya. Untuk fasilitas tidak ada yang perlu diragukan. Bahkan transportasi pun sudah disiapkan buat mereka,” jelas Idit.
Ia pun menyesalkan apa yang terjadi saat ini. Seharusnya, hal itu tidak terjadi jika disikapi secara bijak. “Dalam situasi seperti ini, kami mengajak semua berpikir jernih. Sebab, sikap emosional rentan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala BRPDSN Wyata Guna Suarsono menegaskan tak ada pengusiran yang dilakukan terhadap 30-an siswa tersebut. Tapi, ia mengakui jika mereka harus meninggalkan lokasi karena ada aturan yang harus dijalankan.
Sebab, jika aturan tidak dijalankan dan mereka masih tinggal di asrama, maka akan banyak calon siswa Wyata Guna yang justru tak bisa tinggal di asrama. Sementara calon siswa butuh tempat tinggal.
“Kami tegaskan tidak ada pengusiran yang dilakukan balai kepada saudara-saudara kita penerima manfaat. Yang terjadi, saudara-saudara penerima manfaat ini telah berakhir masa retensinya atau sudah memasuki tahapan terminasi,” tutur Daryono.
Para siswa sendiri memilih bertahan sampai waktu yang tidak ditentukan. Elda Nur Fami, perwakilan peserta aksi, mengatakan pindah ke asrama Dinas Sosial Jawa Barat bukan solusi.
Tuntutan utama mereka tetap ingin BRPDSN kembali berstatus PSBN. Sehingga, tak ada pembatasan waktu tinggal maksimal 6 bulan bagi siswa atau mahasiswa yang tinggal di asrama.
“Itu bukan solusi. Kami tetap ingin Wyata Guna kembali menjadi panti,” tegas Elda. (ors)