BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Persoalan harga ayam di tingkat peternak yang dibawah HPP belum terselesaikan, kini para peternak dibayangi kekhawatiran persoalan baru. Pandemi Covid-19 yang masih melanda di Indonesia dan di negara lainnya di dunia dikhawatirkan akan berdampak pada melemahnya rupiah dan menguatnya dolar. Kondisi ini dikhawatirkan akan mempengaruhi harga pakan ternak.
Asrul, peternak asal Banten mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum melihat adanya terobosan solusi dari pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi peternak selama dua tahun terakhir. Belum lagi para peternak dikhawatirkan adanya kabar harga pakan juga akan mengalami kenaikan dikarenakan menguatnya harga dollar karena Corona.
“Jika ini benar dan kondisi ini berlanjut sampai 1 tahun mendatang populasi seluruh peternak mandiri akan habis,” katanya, Rabu (15/4/2020)
Ia mengatakan sebelum pandemi Covid-19, peternak sudah mengalami kerugian karena sepanjang akhir 2018 sampai dengan sebelum Corona, harga ayam selalu jauh dibawah harga acuan pembelian pemerintah Permendag No 7 tahun 2020 dimana harga pembelian ayam hidup dipeternak minimal Rp19.000 perkilogram.
Menurutnya, tidak berjalannya penegakan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 7 tahun 2020 tentang harga pembelian ayam hidup minimal Rp 19.000 perkilogram. “Hal ini mengindikasikan pemerintah tidak hadir untuk menyelesaikan permasalahan perunggasan dua tahun terakhir terutama saat menghadapi Corona, ” katanya.
Keluhan juga diungkapkan, Nur maulana, peternak mandiri di wilayah Sukabumi-Cianjur. Ia mengatakan, harga ayam hidup dibawah HPP sudah berlangsung selama 19 bulan. Kondisi ini sangat memukul perekonomian peternak. Kondisi ini makin parah dengan adanya pandemi covid -19.
“Wabah ini juga membuat serapan pasar turun hampir 35%. Karena orang malas ke pasar, belum lagi jam buka pasar yang dibatasi. Akibatnya ayam numpuk dimana mana, karena ayam susah dijual,” katanya.
Untuk Priangan timur sendiri, katanya, kondisi harga ayam hidup sangat memprihatinkan, bahkan penawaran broker sampai Rp 5.000 perkilogram hidup. Hal ini dikarenakan banyaknya pembangunan kandang baru dengan kapasitas besar. Selain itu kiriman ayam dari jateng dengan harga yang sangat murah semakin menambah penderitaan peternak rakyat Priangan.
Kondisi seperti ini dikhawatirkan pula akan semakin sulit dengan adanya pemberlakuan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSSB). Karena PSSB mau tidak mau bisa menyebabkan terbatasnya aktifitas masyarakat. Kondisi ini mempengaruhi aktivitas jual beli termasuk pembelian harga ayam.
“Kami menelan kerugian, karena serapan berkurang. Harga dibawah HPP juga membuat kami rugi kurang lebih 10.000 rupiah per kilogram. Jika kondisi ini terus berlanjut dan tidak ada solusi dari pemerintah semua usaha peternak tutup. Karena sejak agustus 2018 lalu sampai sebelum adanya Corona usaha peternakan kami selalu merugi dikarenakan harga ayam hidup yang selalu jauh dibawah harga acuan pemerintah” katanya. (*/j-be)