BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM– Pada dasarnya segala bentuk kebijakan perekonomian yang diterpakan oleh pemerintah adalah tesis yang didapatkan dari pengolahan masalah yang terjadi dengan dikaji menggunakan dua instrumen kebijakan yang menjadi vokal kebijakan yaitu kebijakan fiskal dan moneter.
Selama kurang lebih dua tahun ini, pemerintah telah mampu berjuang untuk tetap menstabilkan perekonomian Indonesia.
Mahasiswa semester VII jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) sekaligus Ketua Bidang Akademik Lembaga Eksekutif Mahasiswa LEM FEB UNPAS, Bagja Kurniawan menyampaikan bahwa pada awal pandemi Covid 19 muncul, merupakan salah satu masa perjuangan pemerintah untuk terus menstabilkan perekonomian.
Hingga saat ini perjuangan itu terus dilancarkan demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan tetap berlanjutnya pembangunan ekonomi.
“Jika dilihat dari intisari ilmu ekonomi yang merupakan ilmu yang mempelajari mengenai pemilihan keputusan, yang didalamnya bila dilihat dari teori dasar ekonomi terdapat juga pembahasan mengenai opportunity cost, yang menyebutkan bahwa dalam pemilihan suatu entitas apapun akan mengahasilkan pengorbanan terhadap suatu entitas yang lain,” ungkapnya kepada PASJABAR, Senin (19/9/2022).
Maka dalam menerapkan kebijakan pun, pemerintah tentunya akan menimbang opportunity cost dari penerapan kebijakan tersebut.
“Adapun kebijakan pemerintah yang kini sedang panas diperbincangkan adalah mengenai kebijakan penaikan harga BBM bersubsidi. Sebenarnya penerapan kebijakan ini bukan tanpa sebab, melainkan akibat adanya ketidaktepatan sasaran subsidi yang diberikan pemerintah yang dalam hal ini 70% persen penikmat subsidi tersebut adalah kalangan mampu,” tandasnya
Tidak hanya itu, sambung Bagja akibat adanya subsidi BBM ini juga menyebabkan pembengkakan pada APBN.
“Sesuai dengan pengantar yang saya sebutkan diawal bahwa kebijakan yang diterapkan ini juga merupakan tesis dari pengolahan masalah yang terjadi juga menimbulkan opportunity cost dari kebijakan yang diambil ini,” ujarnya.
“Dalam hal ini, saya melihat dengan skema pemikiran dialektika Hegel. Bahwa tesis yang telah terbentuk pasti akan menimbulkan antitesis yang nantinya bermuara pada sebuah sintesis,” imbuhnya.
Memang tidak dipungkiri sambung dia, bahwa kebijakan ini menimbulkan kontroversial ditengah masyarakat, terutama masyarakat menengah kebawah.
Berdasarkan penelitian big data dari sosial media terhadap respon masyarakat mengenai kebijakan ini yang dilakukan oleh INDEF, menyebutkan bahwa 92% masyarakat merespon negatif terhadap kebijakan kenaikan BBM.
“Ini berarti bahwa kebijakan yang diambil pemerintah tidak mampu meredam keresahan di masyarakat. Walaupun antisipasi dari pemerintah dengan mengeluarkan BLT sebagai instrumen untuk menetralkan perekonomian, ini tidak mampu meredam keresahan masyarakat, dikarenakan oleh adanya kenaikan pada komoditas lain disebabkan kenaikan harga BBM,” ulasnya.
Kenaikan harga BBM ini menimbulkan efek domino pada perekonomian Indonesia, dan BLT menurut saya bukan solusi yang tepat untuk meredam masalah perekonomian Indonesia.
Apabila permasalahan ditimbulkan oleh adanya pembengkakan anggaran subsidi yang meningkat tiga setengah kali lipat dari 152,5 T menjadi 502,4 T maka sebenarnya ada hal yang mampu menyebabkan APBN indonesia lebih membenarkan yaitu anggaran untuk membayar utang negara dengan bunga yang tinggi.
“Menurut saya, bilamana dengan menaikan harga BBM pemerintah mampu menekan APBN maka hal itu belum tepat, karena anggaran untuk subsidi BBM itu masih tergolong receh bila dibandingkan dengan anggaran untuk pembayaran utang,” jelasnya.
Maka kebijakan untuk Renegotiate Utang adalah jalan yang tepat agar APBN tidak terus membengkak. Dengan renegotiate utang ini, pemerintah mampu mengurangi anggaran sebesar 200 T.
“Hal ini bisa lebih menghemat pengeluaran tanpa harus menaikan harga BBM bersubsidi. Adapun untuk solusi mengatasi utang pemerintah tersebut, bisa ditempuh dengan cara menukar utang, seperti halnya yang dilakukan oleh Mantan Menko Ekuin Bapak Rizal Ramli, saat masa rezim presiden gus dur, beliau pernah menukar utang yang bunganya mahal dengan utang yang memiliki bunga yang lebih murah. Solusi ini menurut say dinilai ampuh dan tidak akan menimbulkan resiko yang besar dibandingkan dengan menaikan harga BBM bersubsidi,” ulasnya.
“Tidak hanya hutang, sebenarnya mega proyek yang sedang dikerjakan oleh pemerintah Indonesia juga menjadi sebab APBN terus diperkosa, yaitu mega proyek IKN dan MRT. Menurut saya mega proyek ini bisa ditahan dulu untuk meredam pembengkakan APBN dibanding dengan meningkatan harga BBM bersubsidi,” pungkasnya. (tiwi)