Bandung, www.pasjabar.com — Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi terus menaruh perhatian serius pada dinamika baru dalam dunia publikasi ilmiah, khususnya terkait pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan isu originalitas tulisan.
Hal ini disampaikan oleh Prof. Apt. I Ketut Adnyana, M.Si., Ph.D, Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorar Jenderal Riset dan Pengembangan Kemdiktisaintek, dalam acara yang digelar oleh Asosiasi Pengelola Jurnal Hukum Indonesia (APJHI) bersama Fakultas Hukum Universitas Pasundan, di Bandung, Sabtu (21/6/2025).
AI dan Jurnal Ilmiah: Boleh Tapi Harus Punya Etika
Prof. Ketut menekankan bahwa penggunaan AI dalam jurnal ilmiah masih menjadi perdebatan di berbagai bidang keilmuan, baik di sains, teknologi, hingga sosial humaniora, termasuk hukum. Menurutnya, bukan soal boleh atau tidak, tetapi harus ada kode etik yang mengatur pemanfaatan AI dalam penulisan jurnal.
“AI itu alat bantu, bukan pengganti. Yang penting adalah penulis tetap terlibat aktif, mengolah data dan memberikan interpretasi. AI hanya membantu menyajikan informasi, bukan menggantikan nalar penulis,” ujarnya.
Ia juga percaya bahwa masing-masing asosiasi keilmuan, seperti APJHI di bidang hukum, memiliki kompetensi untuk menentukan batasan mana yang layak diterapkan dan mana yang perlu dipagari lebih ketat.
Literasi Akademik Lebih Penting daripada Sekadar Kenaikan Pangkat
Prof. Ketut juga menyoroti fenomena di mana sebagian peneliti menulis jurnal hanya untuk tujuan administratif, seperti naik pangkat atau jabatan. Menurutnya, semangat menulis seharusnya lahir dari keinginan untuk berbagi ilmu dan meningkatkan literasi masyarakat.
“Kalau kita bidang hukum, ya bagaimana caranya kita bantu masyarakat lebih melek hukum. Kalau kita dari bidang sains, bantu masyarakat memahami teknologi. Jadi bukan semata-mata untuk karier pribadi,” tegasnya.
Pemerintah Aktif Dukung Tata Kelola Jurnal di Daerah
Hingga saat ini, Indonesia telah memiliki lebih dari 13.000 jurnal terakreditasi nasional, dan sekitar 200 lebih sudah diakui secara internasional. Capaian ini merupakan hasil dari kerja keras berbagai pihak, termasuk pemerintah yang secara aktif memberikan pendampingan dan pelatihan di berbagai daerah.
Prof. Ketut mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan workshop dan pembinaan di Jambi, Lampung, Pekanbaru, Surabaya, dan akan dilanjutkan ke NTT, dengan tujuan meningkatkan tata kelola jurnal dan kualitas penulisan artikel ilmiah.
“Kita jemput bola. Kita datang ke daerah-daerah untuk bantu teman-teman peneliti. Supaya mereka bisa mengelola jurnal dengan baik, dan artikel mereka bisa bersaing secara nasional maupun internasional,” jelasnya.
Originalitas Jadi Sorotan: Jangan Ada Plagiarisme Terselubung
Pemerintah juga terus menyoroti pentingnya menjaga originalitas tulisan ilmiah, terutama dalam menghadapi maraknya penggunaan AI dan ghostwriter.
Menurut Prof. Ketut, sudah ada beberapa temuan di lapangan yang menunjukkan pelanggaran, dan ini menjadi catatan penting untuk ditindaklanjuti.
“Kita harus dorong para pengelola jurnal agar bisa menjaga integritas. Jurnal itu harus jadi media yang layak untuk diseminasi hasil riset, bukan ajang manipulasi,” pungkasnya.